Senin, 29 September 2014

Materi 2 Ilmu Sosial Budaya Dasar

Materi Kuliah ISBD: Pertemuan II

MATERI KULIAH
ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR (ISBD)


Hafiz Elfiansya Parawu, ST., M.Si.

Pertemuan II
INDIVIDU, KELUARGA, MASYARAKAT,
DAN INTERAKSI SOSIAL


A.    INDIVIDU
Individu berasal dari kata Latin “individuum”, artinya yang tidak terbagi, maka kata individu merupakan sebutan yang dapat digunakan untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Kata individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan. Istilah individu dalam kaitannya dengan pembicaraan mengenai keluarga dan masyarakat manusia, dapat pula diartikan sebagai manusia.
Individu terdiri atas 2 (dua) dimensi:
1.  Dimensi fisik (lahiriah)
2.  Dimensi psikis (batiniah)
Potensi lahiriah yang mengacu pada potensi fisik dapat berupa gerakan tubuh dan pancaindera. Potensi batiniah yang mengacu pada potensi psikis dapat berupa inteligensia, emosi, dll.
1.  Dimensi fisik
Kehadiran individu dalam kelompok keluarga maupun kelompok masyarakat ditandai dengan wujud fisiknya. Wujud fisik sebagai bagian dari alam selalu tunduk pada alam. Wujud fisik ini tersusun dan memunyai struktur fisika (memiliki berat, volume, dan sifat fisika lainnya). Individu lahir, kemudian menjadi dewasa lalu meninggal, atau ia dari kecil, kemudian menjadi besar, merupakan gejala kealaman, yang terjadi sesuai dengan kondisi alamnya. Tiap individu memiliki ciri tersendiri dan selalu mengalami perubahan dan perkembangan.
3 (tiga) tahap perkembangan fisik/ biologis individu menurut pendapat Aristoteles:
Perkembangan fisik individu terjadi pada setiap masa (7 (tujuh) tahun.
§  Tahap I  : 0 th – 7 th :  masa anak kecil atau masa bermain
§  Tahap II : 7 th – 14 th :  masa anak, masa remaja, atau masa sekolah rendah
§  Tahap III : 14 th – 21 th : masa remaja, atau pubertas masa peralihan dari anak menjadi dewasa
Faktor-faktor penunjang kehidupan individu:
Pangan : terdiri atas zat/ sumber tenaga (seperti karbohidrat), lemak dan protein serta zat pembangun (seperti protein, mineral, dan air), serta zat pengatur (seperti vitamin, mineral, protein, dan air).
Sandang : sebagai alat adaptasi terhadap kondisi alam (iklim) yang berlainan (panas dan dingin).
Papan : usaha berlindung dari ancaman alam yang tidak bersahabat (hujan, terik matahari, binatang buas, dsb).
2.  Dimensi psikis
Wujud individu tidak pernah lepas dari wujud psikisnya. Fungsi psikis sangat berpengaruh terhadap gerak dan tingkah laku fisik, begitu pula sebaliknya.
Tenaga kejiwaan Menurut Sigmund Freud, yang sangat menonjol disebut dengan libido seksualis, yang merupakan naluri tunggal dan merupakan sumber dari semua tingkah laku dan perbuatan manusia.
Libido seksualis merupakan sumber perbuatan dan tingkah laku manusia yang mendorong manusia untuk hidup dan mati.
 Tenaga kejiwaan menurut Marimba (1980), meliputi: Karsa, Rasa, dan Cipta
1.  Karsa
Kemampuan yang mendorong untuk melakukan kegiatan (nafsu keinginan, hasrat hawa nafsu, dan kemauan)
2.  Rasa
Kemampuan yang bersifat keharusan, kesenangan, ketidaksenangan, dll, yang berhubungan erat dengan jasmaniah (rasa dingin, rasa sakit, dll)
3.  Cipta
Kemampuan menciptakan sesuatu dan memecahkan problematika hidup

2.     KELUARGA
Keluarga adalah kelompok individu yang utama dan pertama Keluarga adalah unit/satuan masyarakat terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Dalam hubungannya dengan perkembangan individu, keluarga sering dikenal dengan sebutan primary group. Keluarga inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat. Keluarga dapat dibentuk melalui persekutuan-persekutuan individu karena adanya hubungan darah perkawinan ataupun adopsi.
Keluarga dibentuk dari dua orang individu yang berlainan jenis kelamin yang diikat tali perkawinan. Ada juga keluarga yang dibentuk tanpa ikatan perkawinan, namun tetap menganut pola-pola yang berlaku layaknya suami-istri. Kekerabatan seseorang dengan orang lain karena keterkaitan garis keturunan dari pihak ayah disebut patrinial. Kekerabatan seseorang dengan orang lain karena keterkaitan garis keturunan dari pihak ibu disebut matrinial.
Keterpisahan seseorang dari keluarga, tidak menghilangkan kekerabatan dengan keluarga asalnya, karena kekerabatan terkait dengan garis keturunan. Jika seorang laki-laki masuk ke keluarga sang istri disebut matrilokal. Jika seorang wanita masuk ke keluarga sang suami disebut patrilokal.
Ditinjau dari aspek tanggung jawab dan kewajiban, kekerabatan keluarga terbagi 2 (dua), yaitu: gemein schaft dan gessel schaft.
Gemein schaft
Kekerabatan keluarga dengan perasaan kesetiakawanan dan kesadaran kolektif yang besar.
Gessel schaft
Kekerabatan yang jauh pertaliannya dengan tidak diikat oleh perasaan kesetiakawanan dan kesadaran kolektif yang besar.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keluarga, yaitu:
1.  Status sosial ekonomi keluarga
2.  Faktor keutuhan keluarga
3.  Sikap dan kebiasaan orang tua
4.  Kepatuhan setiap anggota keluarga terhadap norma yang diterapkan dalam keluarga
Keluarga sebagai wadah kehidupan individu, berperan penting dalam membina dan mengembangkan individu yang bernaung di dalamnya. Keluarga sebagai kelompok kecil dan bagian dari masyarakat, merupakan wadah proses sosialisasi paling dini bagi tiap anggotanya untuk menuju pergaulan masyarakat yang lebih kompleks dan luas.
 Fungsi keluarga (William F. Ogburn), yaitu:
1.Fungsi pelindung
2.Fungsi ekonomi
3.Fungsi pendidikan
4.Fungsi rekreasi
5.Fungsi agama
Perkawinan merupakan elemen pembentukan keluarga. Perkawinan di awali keterkaitan seorang pria dan wanita untuk menjalin hubungan dan hidup bersama untuk mencapai tujuan bersama. Ahli sosiologi: “Perkawinan merupakan penyatuan antar satu orang pria atau lebih dengan seorang wanita atau lebih yang diberi kekuatan sanksi sosial dalam suatu hubungan suami istri”.
Pemilihan jodoh sebelum proses perkawinan, difokuskan pada pemilihan orang yang dapat bekerja dan hidup bersama untuk mencapai tujuan bersama atas dasar saling pengertian. Faktor perbedaan yang dibawa masing-masing pihak (kekurangan dan kelebihan) serta fungsi masing-masing, memerlukan proses adaptasi, yang biasanya tidak sepenuhnya dapat diterima dan dilakukan oleh setiap individu yang memasuki jenjang perkawinan.

C.    MASYARAKAT
Lahirnya masyarakat di awali adanya ketergantungan seseorang kepada orang lain untuk bekerja sama dan mencapai tujuan bersama. Perbedaan prinsip, nilai, tujuan, dan kepentingan masyarakat, melahirkan 2 (dua) macam bentuk masyarakat:
1.  Masyarakat paguyuban (gemein schaft)
Masyarakat yang diliputi perasaan setia kawan dan keadaan kolektif yang besar. Ciri-cirinya: taat, rela berkorban, dan solidaritas yang kokoh dan permanen, serta pemenuhan hak tidak selalu dikaitkan dengan kapasitas kewajiban.
2.  Masyarakat patembayan (gessel schaft)
Masyarakat dengan pertalian yaang lebih renggang dan hanya untuk mencapai tujuan bersama semata. Ciri-cirinya: kesetiaan, kepatuhan, dan solidaritas yang sementara serta pemenuhan hak seseorang didasarkan pada pemenuhan kewajiban
Ada 2 (dua) tingkatan masyarakat, yaitu:
1.  Masyarakat tradisional
Karakteristiknya:
§  Sangat erat dan tergantung dengan lingkungan hidupnya (manusia, benda, kondisi alam)
§  Mata pencaharian sebagai petani dan nelayan dengan teknologi sederhana
§  Melakukan perladangan berpindah
§  Kental dengan kesederhanaan dan gotong royong
§  Terdapat masyarakat elite (tuan tanah/ rentenir)
§  Pemimpinnya cenderung otokratis berdasarkan aturan adat
2.  Masyarakat modern
Karakteristiknya:
§  Mata pencaharian di sektor jasa dan perdagangan (bukan pertanian semata)
§  Pertanian dengan menggunakan teknologi dan tenaga terampil
§  Sudah bisa memproduksi barang sesuai permintaan pasar

 D.    INTERAKSI SOSIAL
Manusia selalu hidup bersama dan berada di antara manusia lainnya. Manusia bergaul, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Dalam diri manusia terdapat dorongan untuk hidup bermasyarakat di samping dorongan keakuan, yang mendorong manusia bertindak untuk kepentingan dirinya sendiri. Interaksi sosial bisa dalam berbagai bentuk, mis: hubungan antar pribadi, berkoperasi, dan mengikatkan diri pada suatu kelompok. Tiap individu yang lahir ke dunia, memiliki dan membawa dorongan untuk berinteraksi dengan sesamanya. Dorongan berinteraksi sosial inilah yang menyebabkan seorang individu dapat menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadinya.






Pesona Pagi di Bulu Dua

Kisah sebuah Perjalanan
Ahad, 28 September 2014

Pesona Pagi di Bulu Dua


Hafiz Elfiansya Parawu

Selepas Subuh kutinggalkan Makassar menuju kampus di Sengkang guna menghadiri undangan rapat dan memenuhi “tugas mulia” di sana. Mesin roda duaku melenggang tanpa hambatan di lintasan jalan yang masih agak lengang. Udara dingin masih begitu terasa, walau jaket, sarung tangan, dan sepatu sudah kukenakan. Hawa segar seakan menggodaku untuk melepaskan scarf biru tua yang menutupi sebagian wajahku. Terbersit secuil keinginan untuk bisa berlari-lari Subuh seperti beberapa orang yang tampak di sepanjang perjalanan.
Tak lama, iring-iringan para pecinta “mancing mania” terlihat. Ada yang berboncengan, ada juga yang asyik dengan kesendiriannya. Peralatan pancing lengkap dengan boks ikan dan tas yang sepertinya berisi bekal untuk “kampung tengah”, lengkap mereka bawa serta. Namun, mereka “tak setia” mengiringi perjalanku, mereka mampir di daerah Pangkep untuk mencari peruntungan dari empang-empang ikan yang tersebar luas di sana.
Ku pacu motorku dengan cepat hingga tak terasa perempatan Pekkae Barru sudah terlihat di depan mata. Sein kanan kunyalakan untuk memberi tanda pada kendaran di belakangku. Mulai kurayapi jalanan menuju jalur Bulu Dua yang masih lumayan lurus. Mendekati area Bulu Dua jalanan sudah semakin berkelok tajam. Konsentrasi dan kelihaian menunggangi “kuda besi” teruji di sini. kecepatan motor pun sudah mulai kurendahkan.  
Di segala penjuru sudah terhampar pesona Bulu Dua yang begitu memikat. Sayang rasanya bila maha karya Sang Kuasa ini dilewatkan begitu saja. Ku tepikan motor dan segera ku rogoh saku jaket untuk mengambil HP. Jam di HP meyakinkanku bahwa waktu tibaku di Sengkang nanti insya Allah tak akan terlambat meskipun aku berhenti sejenak untuk mengambil beberapa gambar pemandangan di Bulu Dua sebagai “ole-ole” yang indah. 
Beberapa view cantik telah berhasil ku dapatkan. Gunung batu yang menjulang tinggi dan kokoh dengan hamparan sawah yang telah menguning emas begitu sangat mempesona. Tak henti-hentinya hati dan bibir ini berdecak kagum sambil berbisik… “Sungguh indah ciptaanMu, Alhamdulillah aku masih bisa menikmatinya, semoga keindahan ini akan selalu lestari”. Masih begitu banyak eksotika yang belum sempat ku abadikan. Semoga di lain waktu ku dapat lewat dan singgah kembali untuk “menikmati pesonamu”. Kini, ku harus “mengalah” dulu dengan waktu dan melanjutkan kembali perjalananku (hfz). 




Selasa, 23 September 2014

Materi 1Ilmu Sosial Budaya Dasar

MATERI KULIAH
ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR (ISBD)

Hafiz Elfiansya Parawu, ST., M.Si.


Pertemuan I
LATAR BELAKANG, TUJUAN,
DAN RUANG LINGKUP ISBD


A.   Latar Belakang ISBD

Latar belakang pertama lahirnya ISBD, berawal dari kritik yang diberikan oleh sejumlah cendekiawan (sarjana-sarjana pendidikan dan kebudayaan) dalam rapat seluruh rektor-rektor  universitas/ institut negeri seluruh Indonesia pada tanggal 11 s/d 13 Oktober tahun 1971 di Semarang.
Para cendekiawan tersebut menilai bahwa sistem pendidikan di Indonesia merupakan warisan sistem pendidikan pemerintahan Belanda pada masa penjajahan. Sistem pendidikan warisan tersebut merupakan kelanjutan dari politik balas budi (etische politiek) yang dicetuskan oleh Conrad Theodore Van Deventer, yang bertujuan untuk menghasilkan tenaga terampil dalam bidang administrasi, perdagangan, teknik, dan keahlian lain demi kelancaran usaha mereka dalam mengeksploitasi kekayaan negara Indonesia.
Warisan sistem pendidikan pemerintahan Belanda telah menghasilkan beberapa dampak negatif, di antaranya:
  1. Sistem pendidikan yang terkotak-kotak, yang menghasilkan banyak tenaga ahli yang berpengalaman dalam disiplin ilmu tertentu saja. Padahal, pendidikan itu seharusnya lebih ditujukan untuk menciptakan kaum cendekiawan daripada mencetak tenaga yang terampil. Para lulusan perguruan tinggi diharapkan dapat berperan sebagai sumber utama bagi pembangunan negara secara menyeluruh. Dari mereka diharapkan adanya sumbangan ide bagi pemecahan masalah sosial budaya masyarakat yang sangat kompleks dan berkaitan satu dengan yang lain.
  2. Pendidikan terlanjur menjadi barang mewah/ elite dalam masyarakat, sehingga keakrabannya dalam masyarakat kurang terasa.
  3. Perguruan tinggi seolah-olah merupakan “menara gading” sekaligus pabrik penghasil tenaga terampil. 

Adanya beberapa dampak negatif ini, menuntut kita untuk mengubah sistem pendidikan warisan dari sistem pendidikan pemerintahan Belanda. Sehingga, perguruan tinggi di Indonesia mampu menghasilkan sarjana-sarjana yang tidak asing dengan denyut kehidupan masyarakat serta gejolak perkembangan dan kebutuhannya, sekaligus juga dapat mengenali dimensi lain di luar disiplin keilmuannya.
Harus diakui, bahwa aspek sosial budaya merupakan unsur penting dalam proses pembangunan suatu bangsa. Terlebih jika bangsa itu sedang membentuk watak dan kepribadian yang lebih serasi dengan tantangan zaman. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata, materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila. Sedangkan, hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Demi mencapai tujuan tersebut, pendekatan dan strategi pembangunan hendaknya menempatkan manusia sebagai tempat interaksi kegiatan pembangunan materiil maupun spiritual serta pembangunan yang melibatkan manusia sebagai makhluk sosial budaya dan sebagai sumber daya dalam pembangunan. Hal ini berarti bahwa, pembangunan seharusnya:
  1. Mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia
  2. Menumbuhkan sikap hidup yang seimbang dan berkepribadian utuh yang memiliki moralitas dan integritas sosial yang tinggi
  3. Menciptakan manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa  

Latar belakang kedua, terbitnya Surat Keputusan Direktur Pendidikan Tinggi Nomor 1338/DPT/A/71, bahwa ISD dan IBD harus diberikan pada semua fakultas dalam lingkungan Universitas/ institut    negeri seluruh Indonesia. Surat Keputusan ini lahir karena adanya 3 (tiga) masalah yang saling berkaitan yang tengah dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini, yaitu:
  1. Adanya kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya yang beraneka ragam. Kemajuan tersebut tercermin dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu, diperlukan sikap yang mampu mengatasi ikatan primordial, yaitu kesukuan dan kedaerahan.
  2. Pembangunan yang terus menerus dan semakin berkembang telah membawa perubahan dalam masyarakat yang menimbulkan pergeseran sistem nilai sosial budaya dan sikap yang mengubah anggota masyarakat terhadap nilai-nilai sosial budaya. Pembangunan telah menimbulkan mobilitas sosial budaya yang diikuti oleh hubungan antaraksi yang bergeser dalam kelompok masyarakat. Sementara itu, terjadi juga penyesuaian dalam hubungan antar anggota masyarakat. Dengan demikian, dapat dipahami bila pergeseran nilai itu membawa akibat jauh dalam kehidupan berbangsa. 
  3. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), komunikasi massa, dan transportasi, membawa pengaruh terhadap intensitas kontak sosial budaya antar suku maupun dengan kebudayaan dari luar. Terjadinya kontak sosial budaya dengan kebudayaan asing bukan hanya menyebabkan intensitasnya menjadi lebih besar, tetapi penyebarannya juga berlangsung dengan cepat dan luas jangkauannya. Terjadilah perubahan orientasi sosial budaya yang kadang-kadang menimbulkan dampak terhadap tata nilai masyarakat, terlebih pada masyarakat yang sedang menumbuhkan identitasnya sendiri sebagai bangsa.

Latar belakang ketiga, dari segi politis, Indonesia adalah sesuatu yang utuh, akan tetapi dalam keanekaragaman sosial budaya, suku, dan tempat tinggal yang menyebar di seluruh Indonesia begitu sering menjadi pemicu perbedaan satu sama lain yang akhirnya dapat menimbulkan konflik horisontal.

B.   Tujuan ISBD

Tujuan umum ISBD, yaitu: Mengembangkan kepribadian mahasiswa dengan cara memerluas wawasan berpikirnya, baik yang menyangkut diri sendiri maupun orang lain dan alam sekitarnya.
Tujuan khusus ISBD, yaitu:
  1. Menjadikan mahasiswa lebih peka dan terbuka terhadap masalah kemanusian dan sosial budaya, serta lebih bertanggung jawab terhadap masalah-masalah tersebut;
  2. Menyadarkan mahasiswa terhadap nilai-nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat, hormat menghormati, serta memiliki simpati pada nilai-nilai lain yang hidup di masyarakat;
  3. Mengembangkan daya kritis terhadap persoalan kemanusiaan dan daya sosial kebudayaan;
  4. Menambah kemampuan mahasiswa untuk menanggapi masalah nilai sosial budaya dalam masyarakat Indonesia dan dunia tanpa harus terpikat oleh disiplin mereka;
  5. Mahasiswa mampu memenuhi tuntutan masyarakat yang sedang membangun;
  6. Memenuhi tuntutan dari Tridarma Perguruan Tinggi, khususnya darma pengabdian pada masyarakat.


C.   Ruang Lingkup ISBD

Ruang lingkup kajian mata kuliah ISBD, meliputi:
  1. Berbagai aspek kehidupan yang mengungkapkan masalah kemanusiaan dan sosial budaya yang dapat didekati dengan menggunakan pengetahuan sosial budaya, baik dari segi keahlian/ disiplin di dalam pengetahuan sosial budaya, maupun gabungan berbagai disiplin dalam pengetahuan sosial budaya;
  2. Hakikat manusia yang satu atau universal, tetapi beragam perwujudannya dalam aspek sosial budaya setiap zaman dan tempat. Dalam menghadapi lingkungan alam dan sosial budaya, manusia tidak hanya mewujudkan kesamaan-kesamaan, tetapi juga ketidakseragaman, sebagaimana ekspresinya dalam berbagai bentuk dan corak ungkapan, pikiran, perasaan, dan tingkah laku.

Senin, 22 September 2014

Materi Kuliah Ilmu Budaya Dasar

MATERI KULIAH
ILMU BUDAYA DASAR (BASIC HUMANITIES SCIENCE)

Hafiz Elfiansya Parawu, ST., M.Si.

Pertemuan I
LATAR BELAKANG IBD

Latar belakang pertama lahirnya IBD, berawal dari kritik yang diberikan oleh sejumlah cendekiawan (sarjana-sarjana pendidikan dan kebudayaan) dalam rapat seluruh rektor-rektor  universitas/ institut negeri seluruh Indonesia pada tanggal 11 s/d 13 Oktober tahun 1971 di Semarang.
Para cendekiawan tersebut menilai bahwa sistem pendidikan di Indonesia merupakan warisan sistem pendidikan pemerintahan Belanda pada masa penjajahan. Sistem pendidikan warisan tersebut merupakan kelanjutan dari politik balas budi (etische politik) yang dicetuskan oleh Conrad Theodore Van Deventer, yang bertujuan untuk menghasilkan tenaga terampil dalam bidang administrasi, perdagangan, teknik, dan keahlian lain demi kelancaran usaha mereka dalam mengeksploitasi kekayaan negara Indonesia.
Warisan sistem pendidikan pemerintahan Belanda telah menghasilkan beberapa dampak negatif, di antaranya:
1.  Sistem pendidikan yang terkotak-kotak, yang menghasilkan banyak tenaga ahli yang berpengalaman dalam disiplin ilmu tertentu saja. Padahal, pendidikan itu seharusnya lebih ditujukan untuk menciptakan kaum cendekiawan daripada mencetak tenaga yang terampil. Para lulusan perguruan tinggi diharapkan dapat berperan sebagai sumber utama bagi pembangunan negara secara menyeluruh. Dari mereka diharapkan adanya sumbangan ide bagi pemecahan masalah sosial budaya masyarakat yang sangat kompleks dan berkaitan satu dengan yang lain.
2.  Pendidikan terlanjur menjadi barang mewah/ elite dalam masyarakat, sehingga keakrabannya dalam masyarakat kurang terasa.
3.  Perguruan tinggi seolah-olah merupakan “menara gading” sekaligus pabrik penghasil tenaga terampil. 
Adanya beberapa dampak negatif ini, menuntut kita untuk mengubah sistem pendidikan warisan dari sistem pendidikan pemerintahan Belanda. Sehingga, perguruan tinggi di Indonesia mampu menghasilkan sarjana-sarjana yang tidak asing dengan denyut kehidupan masyarakat serta gejolak perkembangan dan kebutuhannya, sekaligus juga dapat mengenali dimensi lain di luar disiplin keilmuannya.
Harus diakui, bahwa kebudayaan merupakan unsur penting dalam proses pembangunan suatu bangsa. Terlebih jika bangsa itu sedang membentuk watak dan kepribadian yang lebih serasi dengan tantangan zaman. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata, materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila. Sedangkan, hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Demi mencapai tujuan tersebut, pendekatan dan strategi pembangunan hendaknya menempatkan manusia sebagai tempat interaksi kegiatan pembangunan materiil maupun spiritual serta pembangunan yang melibatkan manusia sebagai makhluk budaya dan sebagai sumber daya dalam pembangunan. Hal ini berarti bahwa, pembangunan seharusnya:
1.  Mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia
2.  Menumbuhkan sikap hidup yang seimbang dan berkepribadian utuh yang memiliki moralitas dan integritas sosial yang tinggi
3.  Menciptakan manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa  
Latar belakang kedua, terbitnya Surat Keputusan Direktur Pendidikan Tinggi Nomor 1338/DPT/A/71, bahwa ISD dan IBD harus diberikan pada semua fakultas dalam lingkungan Universitas/ institut    negeri seluruh Indonesia. Surat Keputusan ini lahir karena adanya 3 (tiga) masalah yang saling berkaitan yang tengah dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini, yaitu:
1.  Adanya kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya yang beraneka ragam. Kemajuan tersebut tercermin dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu, diperlukan sikap yang mampu mengatasi ikatan primordial, yaitu kesukuan dan kedaerahan.
2.  Pembangunan yang terus menerus dan semakin berkembang telah membawa perubahan dalam masyarakat yang menimbulkan pergeseran sistem nilai budaya dan sikap yang mengubah anggota masyarakat terhadap nilai-nilai budaya. Pembangunan telah menimbulkan mobilitas sosial yang diikuti oleh hubungan antaraksi yang bergeser dalam kelompok masyarakat. Sementara itu, terjadi juga penyesuaian dalam hubungan antar anggota masyarakat. Dengan demikian, dapat dipahami bila pergeseran nilai itu membawa akibat jauh dalam kehidupan berbangsa. 
3.  Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), komunikasi massa, dan transportasi, membawa pengaruh terhadap intensitas kontak budaya antar suku maupun dengan kebudayaan dari luar. Terjadinya kontak budaya dengan kebudayaan asing bukan hanya menyebabkan intensitasnya menjadi lebih besar, tetapi penyebarannya juga berlangsung dengan cepat dan luas jangkauannya. Terjadilah perubahan orientasi budaya yang kadang-kadang menimbulkan dampak terhadap tata nilai masyarakat, terlebih pada masyarakat yang sedang menumbuhkan identitasnya sendiri sebagai bangsa.
Latar belakang ketiga, dari segi politis, Indonesia adalah sesuatu yang utuh, akan tetapi dalam keanekaragaman budaya, suku, dan tempat tinggal yang menyebar di seluruh Indonesia begitu sering menjadi pemicu perbedaan satu sama lain yang akhirnya dapat menimbulkan konflik horisontal.

Jumat, 12 September 2014

Mati lampu di BPN Kota Makassar

Mati lampu, pelayanan di BPN Kota Makassar
sempat terhenti

Masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik pastinya memiliki kebutuhan dan harapan pada kinerja penyelenggara pelayanan publik yang profesional. Sehingga, sudah menjadi tugas Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk memberikan pelayanan publik yang mampu memuaskan masyarakat. Hal ini tak terkecuali juga bagi BPN Kota Makassar. Sebagai satu-satunya institusi yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan tugas Pemerintah Daerah di bidang pertanahan, maka BPN Kota Makassar harus senantiasa berusaha meningkatkan kualitas pelayanan di bidang pertanahan, salah satunya dengan melaksanakan inovasi-inovasi layanan berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Beberapa terobosan inovasi layanan berbasis TIK yang telah dilakukan oleh BPN Kota Makassar di antaranya adalah komputerisasi layanan pertanahan dan layanan non tunai (E-Chanel). Layanan 1 hari selesai (one day service) dan layanan cepat (quick service) tentu juga tidak terlepas dari peran pelayanan berbasis TIK ini. Namun, apalah daya berbagai inovasi layanan berbasis TIK ini tanpa dukungan tenaga listrik yang mumpuni. Ketika arus listrik dari PLN mati, tentu saja seluruh layanan berbasis TIK ini akan terhenti, yang berarti terhentinya pula proses pelayanan kepada masyarakat. Hal inilah yang terjadi di BPN Kota Makassar pada hari Jumat, 12 September 2014 sekitar pukul 10 pagi. Mati lampu sekitar 20 menit ini sebenarnya dapat saja dihindari andai saja mesin genzet di BPN Kota Makassar tidak dalam kondisi rusak. Semoga dengan terjadinya kejadian ini, pihak BPN Kota Makassar dapat menyadari dampak negatif hal ini pada pelayanan publik yang diselenggarakan, sehingga dapat lebih meningkatkan kualitas pelayanannya di hari-hari kemudian.
Selain penyiapan genzet sebagai tenaga listrik pengganti ketika arus listrik PLN padam, hal lain yang harus dibenahi adalah pada bagian layanan informasi, di mana petugas informasi yang ditugaskan di bagian ini masih harus ditambah jumlah personilnya, karena masih kerap didapati adanya beberapa pengguna (masyarakat) yang harus menunggu untuk mendapatkan pelayanan informasi yang dibutuhkan. Selain itu, jumlah tempat duduk bagi pengunjung juga perlu ditambah, karena masih terlihat beberapa orang yang terpaksa berdiri karena tidak mendapat fasilitas tempat duduk.   
Namun, di balik beberapa kekurangan yang ada, kita juga harus mengakui bahwa kualitas pelayanan publik di BPN Kota Makassar sudah jauh lebih baik dibanding beberapa tahun yang lalu. Mulai dari personil layanan informasi yang cekatan dan ramah dalam membantu segala permasalahan masyarakat di bidang pertanahan, berbagai format isian yang tersedia di KPN Bhumi Bhakti dengan harga terjangkau, komputerisasi layanan pertanahan yang tentu saja sangat membantu dalam mempercepat proses pelayanan kepada masyarakat, hingga tersedianya smoking room di pojok ruangan bagi pengunjung yang ingin merokok. Terobosan layanan publik yang juga harus diacungi jempol adalah dengan adanya layanan SMS informasi pertanahan “2409”, sehingga masyarakat dapat mengetahui berbagai informasi di bidang pertanahan selama 24 jam hanya dengan biaya Rp.350,-/ SMS. Dan terobosan inovasi yang tak kalah hebatnya pula adalah dengan adanya layanan non tunai (E-Chanel), di mana pihak BPN Kota Makassar telah menyiapkan dua mesin ATM untuk proses pembayaran langsung melalui transfer ke rekening bendahara BPN, sehingga praktek “pungli” dapat dipangkas.
Masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik, khususnya yang terkait dengan bidang pertanahan, tentu saja sangat bersyukur atas peningkatan kualitas pelayanan publik yang telah dilakukan oleh pihak BPN Kota Makassar, dan berharap pihak BPN Kota Makassar akan terus membenahi segala kekurangan yang ada saat ini dan terus meningkatkan kualitas pelayanan publiknya di kemudian hari, agar masyarakat semakin mudah dan cepat terlayani sehingga dapat mengurus langsung keperluannya tanpa memakai jasa calo atau perantara lagi. (hfz)   
Layanan informasi BPN
KPN BPN



SMS BPN
Ruang tunggu BPN Kota Makassar
 
ATM BPN
Smoking room BPN Kota Makassar
Komputerisasi layanan pertanahan