Selasa, 25 November 2014

Opini Fajar, Sabtu 15 Nopember 2014

Resopa Temmangingi Malomo Naletei Pammase Dewata


Hafiz Elfiansya Parawu
Mahasiswa S3 Administrasi Publik Universitas Negeri Makassar

Untuk membangun bangsa ini tentulah diperlukan suatu kerja keras. Kerja keras yang dilakukan pun bukan kerja yang “setengah-setengah”, setengah hati, ataupun hanya sementara, sebentar, dan sekedarnya saja. Melainkan, kerja keras yang terus menerus dan berkesinambungan. Kontinuitas dari kerja keras inilah yang diyakini akan menuai berkah-berkah kesuksesan dari Tuhan Yang Maha Kuasa di kemudian hari, Tepat seperti apa yang dipetuahkan oleh Nene’ Mallomo, sang cendekiawan tanah Sidenreng, dengan “resopa temmangingi malomo naletei pammase dewata”.
Sebagai suatu bangsa, kerja keras yang dilakukan haruslah dengan mensinergikan kekuatan para petinggi negeri ini dengan masyarakatnya, dan tentu saja para “punggawa” negeri inilah yang harus tampil terlebih dahulu menjadi panutan dan suri tauladan terbaik bagi rakyatnya. Tentunya, kita sebagai rakyat patut bersyukur, karena telah memiliki presiden dan wakil presiden beserta jajaran menteri-menterinya yang langsung memperlihatkan kerja keras yang nyata di hari-hari pertama menduduki jabatannya masing-masing. Salah satu kerja nyata yang mereka tunjukkan adalah dengan langsung “terjun” ke masyarakat dan men-sidak (inspeksi mendadak) berbagai instansi yang dianggap penting, yang trend disebut dengan istilah “blusukan”.
Gaya Blusukan Kabinet Kerja
Baru beberapa hari yang lalu, Presiden Jokowi melakukan blusukan ke Sulsel, Sulbar, dan Sulteng. Khusus di Sulsel, beliau datang untuk melakukan peletakan batu pertama sekaligus meresmikan sarana saluran irigasi dengan panjang sekitar 2,2 kilometer yang terletak di Desa Mojong Bendoro Kabupaten Sidrap. Di mana saluran irigasi tersebut nantinya dapat mengairi sekitar 12.000 hektar lahan persawahan. Teriknya matahari yang kala itu berkisar 380 C tak sedikitpun menyurutkan langkah sang presiden untuk meninjau areal irigasi tersebut.
Gaya blusukan Presiden Jokowi pun “menular” kepada beberapa menterinya yang duduk di Kabinet Kerja. Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan – yang begitu  menyedot perhatian publik karena pendidikannya yang tak tamat SMA, bertato, dan merokok – melakukan  blusukan dengan nelayan di berbagai pesisir, seperti di Cikidang Pangandaran, Jawa Barat, kampung halamannya. Saat blusukan, Susi berhasil membuang sekat pemisah antara seorang menteri dan rakyatnya.
Seakan tak mau ketinggalan, Menteri Perdagangan, Rahmat Gobel; Menteri Koperasi dan UKM, Anak Agung Puspayoga; dan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, juga melakukan blusukkan ke Pasar Induk Kramat Jati pada tengah malam. Mereka mengecek ketersediaan pangan dan permasalahan di pasar induk untuk dijadikan sampel perbaikan atau revitalisasi 5.000 pasar tradisional di seluruh Indonesia. Ada juga Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Yuddy Crisnandi, yang blusukan ke Mapolres Sukabumi dan Balai Besar Pembudidayaan Air Tawar (BBPBAT) di Sukabumi, Jawa Barat.
Dan yang tak kalah serunya, adalah gaya blusukan yang diperlihatkan oleh Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, Muhammad Hanif Dhakiri, yang dengan emosi memanjat pagar sebuah rumah di Tebet, Jakarta Selatan setinggi 2 meter, karena rumah tersebut telah dijadikan tempat penampungan 45 calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang disatukan dalam kamar berukuran 4x6 meter. Dan, pada peringatan Hari Pahlawan kemarin, sang menteri beraksi lagi dengan berorasi di atas truk bersama para buruh yang berunjuk rasa di depan Istana Negara.
Pembuktian Kerja dalam Bentuk Kebijakan Publik
Berbagai gaya blusukan yang dilakukan Presiden Jokowi bersama beberapa menterinya, sudah pasti menuai pro dan kontra. Masyarakat yang pro berpendapat bahwa terlalu dini untuk menilai kinerja sang presiden bersama para menterinya karena mereka baru beberapa pekan bekerja. Tetapi bagi sebagian masyarakat tersebut, gaya blusukan sang presiden bersama para menterinya membersitkan harapan akan terciptanya kemajuan di masa datang. Hal ini karena sang pemimpin dan para pembantunya tidak hanya tinggal duduk menunggu laporan            di belakang meja kerjanya saja, tetapi sudah benar-benar turun “menyambangi” rakyatnya.
Namun, tak sedikit pula yang kontra dan mencibir. Mereka menganggap bahwa blusukan yang dilakukan Presiden Jokowi bersama para menterinya hanya sekedar politik “pencitraan” semata. Blusukan sang presiden bersama para menterinya hanya merupakan kerja yang bersifat temporer dan mungkin hanya dilakukan pada 100 hari pertama kerja saja, dan selebihnya sama saja dengan kinerja kabinet-kabinet sebelumnya.
Walaupun blusukan bukanlah satu-satunya aksi kerja keras yang nyata, namun sesungguhnya, gaya blusukan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi bersama para menterinya telah menjadi cara dan langkah awal bagi mereka dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi di masyarakat secara cepat, tepat, dan komprehensif.  Sebab, mereka telah melihat dan menyaksikan langsung persoalan riil yang terjadi di lapangan. Kini, yang harus mereka lakukan adalah saling berkoordinasi dengan baik dalam menyelesaikan permasalahan rakyat tersebut, kemudian memformulasikan segala permasalahan yang ditemukan di lapangan dalam bentuk suatu kebijakan publik. Karena, pada hakikatnya, kebijakan publik adalah keputusan pemerintah guna memecahkan permasalahan publik atau masyarakat.
Dengan melakukan blusukan, akar permasalahan yang “menjalar”    di masyarakat dapat dengan cepat teridentifikasi, kemudian dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat melalui suatu penetapan kebijakan. Karena, pembuatan suatu kebijakan haruslah sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, agar kebijakan tersebut nantinya dapat tepat pada sasaran dan menghasilkan pencapaian tujuan yang maksimal sesuai dengan yang tertera pada dasar hukumnya. Bentuk dari aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut nantinya merupakan suatu kebijakan publik yang dapat berupa undang-undang ataupun peraturan pemerintah ataupun surat keputusan dari menteri atau kepala pemerintahan sebagai jaminan hukum yang kuat dan sah.
Jadi memang, blusukan saja tak cukup, harus ditindaklanjuti dengan penetapan suatu kebijakan. Dengan kegiatan blusukan yang dilakukan Kabinet Kerja Jokowi-JK secara kontinu tanpa kenal lelah untuk menemukan akar permasalahan masyarakat yang sesungguhnya, kemudian hasil temuannya dapat “diramu” dan “digodok” menjadi suatu kebijakan publik yang pro rakyat, maka dipastikan cibiran dan sindiran bahwa blusukan hanya pencitraan belaka akan hilang dengan sendirinya. Cemoohan bahwa blusukan hanya akan bersifat temporer semata akan sirna. Jokowi-JK beserta Kabinet Kerjanya benar-benar harus kerja, kerja, dan kerja tanpa henti dan tanpa jemu, dan menindaklanjutinya dengan kebijakan publik yang pro rakyat dan dapat menuntaskan permasalahan rakyat. Dengan jalan tersebut, semoga Tuhan Yang Maha Kaya akan melimpahkan kemajuan, kesuksesan, kesejahteraan, dan kejayaan seperti yang telah lama diidam-idamkan oleh seluruh rakyat Indonesia. “Resopa temmangingi malomo naletei pammase dewata”. Semoga. (hfz)    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar