Resopa Temmangingi Malomo Naletei Pammase Dewata
Hafiz Elfiansya
Parawu
Mahasiswa S3 Administrasi Publik
Universitas Negeri Makassar
Untuk
membangun bangsa ini tentulah diperlukan suatu kerja keras. Kerja keras yang
dilakukan pun bukan kerja yang “setengah-setengah”, setengah hati, ataupun
hanya sementara, sebentar, dan sekedarnya saja. Melainkan, kerja keras yang
terus menerus dan berkesinambungan. Kontinuitas dari kerja keras inilah yang
diyakini akan menuai berkah-berkah kesuksesan dari Tuhan Yang Maha Kuasa di
kemudian hari, Tepat seperti apa yang dipetuahkan oleh Nene’ Mallomo, sang
cendekiawan tanah Sidenreng, dengan “resopa
temmangingi malomo naletei pammase dewata”.
Sebagai
suatu bangsa, kerja keras yang dilakukan haruslah dengan mensinergikan kekuatan
para petinggi negeri ini dengan masyarakatnya, dan tentu saja para “punggawa”
negeri inilah yang harus tampil terlebih dahulu menjadi panutan dan suri
tauladan terbaik bagi rakyatnya. Tentunya, kita sebagai rakyat patut bersyukur,
karena telah memiliki presiden dan wakil presiden beserta jajaran
menteri-menterinya yang langsung memperlihatkan kerja keras yang nyata di
hari-hari pertama menduduki jabatannya masing-masing. Salah satu kerja nyata
yang mereka tunjukkan adalah dengan langsung “terjun” ke masyarakat dan men-sidak
(inspeksi mendadak) berbagai instansi yang dianggap penting, yang trend disebut
dengan istilah “blusukan”.
Gaya Blusukan Kabinet Kerja
Baru
beberapa hari yang lalu, Presiden Jokowi melakukan blusukan ke Sulsel, Sulbar,
dan Sulteng. Khusus di Sulsel, beliau datang untuk melakukan
peletakan batu pertama sekaligus meresmikan sarana saluran irigasi dengan
panjang sekitar 2,2 kilometer yang terletak di Desa Mojong Bendoro Kabupaten
Sidrap. Di mana saluran irigasi tersebut nantinya dapat mengairi sekitar 12.000
hektar lahan persawahan. Teriknya matahari yang kala itu berkisar 380 C
tak sedikitpun menyurutkan langkah sang presiden untuk meninjau areal irigasi
tersebut.
Gaya blusukan Presiden
Jokowi pun “menular” kepada beberapa menterinya yang duduk di Kabinet Kerja.
Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan – yang begitu menyedot perhatian publik karena pendidikannya
yang tak tamat SMA, bertato, dan merokok – melakukan blusukan dengan nelayan di berbagai pesisir,
seperti di Cikidang Pangandaran, Jawa Barat, kampung halamannya. Saat blusukan,
Susi berhasil membuang sekat pemisah antara seorang menteri dan rakyatnya.
Seakan tak mau ketinggalan,
Menteri Perdagangan, Rahmat Gobel; Menteri Koperasi dan UKM, Anak Agung
Puspayoga; dan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, juga melakukan blusukkan ke
Pasar Induk Kramat Jati pada tengah malam. Mereka mengecek ketersediaan pangan
dan permasalahan di pasar induk untuk dijadikan sampel perbaikan atau
revitalisasi 5.000 pasar tradisional di seluruh Indonesia. Ada juga Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Yuddy
Crisnandi, yang blusukan ke Mapolres Sukabumi dan Balai Besar Pembudidayaan Air
Tawar (BBPBAT) di Sukabumi, Jawa Barat.
Dan yang tak kalah serunya,
adalah gaya blusukan yang diperlihatkan oleh Menteri Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi, Muhammad Hanif Dhakiri, yang dengan emosi memanjat pagar sebuah
rumah di Tebet, Jakarta Selatan setinggi 2 meter, karena rumah tersebut telah dijadikan
tempat penampungan 45 calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang disatukan dalam
kamar berukuran 4x6 meter. Dan, pada peringatan Hari Pahlawan kemarin, sang
menteri beraksi lagi dengan berorasi di atas truk bersama para buruh yang
berunjuk rasa di depan Istana Negara.
Pembuktian
Kerja dalam Bentuk Kebijakan Publik
Berbagai gaya blusukan yang
dilakukan Presiden Jokowi bersama beberapa menterinya, sudah pasti menuai pro
dan kontra. Masyarakat yang pro berpendapat bahwa terlalu dini untuk menilai
kinerja sang presiden bersama para menterinya karena mereka baru beberapa pekan
bekerja. Tetapi bagi sebagian masyarakat tersebut, gaya blusukan sang presiden
bersama para menterinya membersitkan harapan akan terciptanya kemajuan di masa
datang. Hal ini karena sang pemimpin dan para pembantunya tidak hanya tinggal
duduk menunggu laporan di
belakang meja kerjanya saja, tetapi sudah benar-benar turun “menyambangi”
rakyatnya.
Namun, tak sedikit pula
yang kontra dan mencibir. Mereka menganggap bahwa blusukan yang dilakukan
Presiden Jokowi bersama para menterinya hanya sekedar politik “pencitraan”
semata. Blusukan sang presiden bersama para menterinya hanya merupakan kerja
yang bersifat temporer dan mungkin hanya dilakukan pada 100 hari pertama kerja saja,
dan selebihnya sama saja dengan kinerja kabinet-kabinet sebelumnya.
Walaupun blusukan bukanlah
satu-satunya aksi kerja keras yang nyata, namun sesungguhnya, gaya blusukan
yang dilakukan oleh Presiden Jokowi bersama para menterinya telah menjadi cara dan langkah awal bagi mereka dalam
menyelesaikan persoalan yang terjadi di masyarakat secara cepat, tepat, dan
komprehensif. Sebab, mereka telah melihat dan menyaksikan langsung
persoalan riil yang terjadi di lapangan. Kini, yang harus mereka lakukan adalah saling berkoordinasi dengan baik dalam
menyelesaikan permasalahan rakyat tersebut, kemudian memformulasikan segala permasalahan
yang ditemukan di lapangan dalam bentuk suatu kebijakan publik. Karena, pada
hakikatnya, kebijakan publik adalah keputusan pemerintah guna memecahkan
permasalahan publik atau masyarakat.
Dengan melakukan blusukan,
akar permasalahan yang “menjalar” di
masyarakat dapat dengan cepat teridentifikasi, kemudian dapat diselesaikan
dengan cepat dan tepat melalui suatu penetapan kebijakan. Karena, pembuatan
suatu kebijakan haruslah sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat,
agar kebijakan tersebut nantinya dapat tepat pada sasaran dan menghasilkan
pencapaian tujuan yang maksimal sesuai dengan yang tertera pada dasar hukumnya.
Bentuk dari aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut nantinya merupakan
suatu kebijakan publik yang dapat berupa undang-undang ataupun peraturan
pemerintah ataupun surat keputusan dari menteri atau kepala pemerintahan
sebagai jaminan hukum yang kuat dan sah.
Jadi memang, blusukan saja
tak cukup, harus ditindaklanjuti dengan penetapan suatu kebijakan. Dengan
kegiatan blusukan yang dilakukan Kabinet Kerja Jokowi-JK secara kontinu tanpa
kenal lelah untuk menemukan akar permasalahan masyarakat yang sesungguhnya,
kemudian hasil temuannya dapat “diramu” dan “digodok” menjadi suatu kebijakan
publik yang pro rakyat, maka dipastikan cibiran dan sindiran bahwa blusukan
hanya pencitraan belaka akan hilang dengan sendirinya. Cemoohan bahwa blusukan
hanya akan bersifat temporer semata akan sirna. Jokowi-JK beserta Kabinet
Kerjanya benar-benar harus kerja, kerja, dan kerja tanpa henti dan tanpa jemu, dan
menindaklanjutinya dengan kebijakan publik yang pro rakyat dan dapat
menuntaskan permasalahan rakyat. Dengan jalan tersebut, semoga Tuhan Yang Maha
Kaya akan melimpahkan kemajuan, kesuksesan, kesejahteraan, dan kejayaan seperti
yang telah lama diidam-idamkan oleh seluruh rakyat Indonesia. “Resopa
temmangingi malomo naletei pammase dewata”. Semoga. (hfz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar