FENOMENA MASYARAKAT
MODERN
DAN PROBLEMATIKANYA
Dewasa ini umat manusia
hidup pada zaman modern yang ditandai oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia mendapatkan
berbagai kemudahan dan kesenangan hidup, karena hampir semua kebutuhan hidup
mereka terutama yang bersifat lahiriah dapat dipenuhi dengan bantuan mesin dan
robot. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi
transportasi dan komunikasi telah mengantarkan manusia memasuki era
globalisasi, suatu era di mana manusia mampu melakukan hubungan antar bangsa
sejagat dalam berbagai segi kehidupan secara lebih luas, lebih mudah, dan lebih
cepat.
Berkat kemajuan teknologi
transportasi, kontak langsung antar bangsa semakin sering terjadi sehingga
memungkinkan terjadinya pertukaran pikiran, gagasan serta saling mempengaruhi
yang pada gilirannya dapat mengubah pola pikir dan tingkah laku masing-masing.
Demikian juga, berkat kemajuan teknologi komunikasi dunia terasa kecil dan
menjadi transparan. Semua kejadian di suatu negara dalam waktu yang sama dapat
diketahui oleh manusia sejagat. Hampir tidak ada rahasia suatu negara atau
masyarakat yang tidak diketahui oleh negara atau masyarakat lain. Untuk
menghadiri seminar internasional, orang tidak harus pergi meninggalkan negaranya
masing-masing. Untuk belanja berbagai keperluan sehari-hari, orang tidak perlu
keluar rumah dan membayar uang kontan. Begitu canggihnya sistem perdagangan dan
pembayaran, orang dapat bepergian kemana saja dan membeli apa saja tanpa
membawa uang tunai, tetapi cukup dengan membawa bank card. Perkembangan teknologi yang sangat pesat sejak dasawarsa
70-an telah menimbulkan revolusi informasi yang melanda semua bangsa, baik di negara-negara
maju maupun negara-negara berkembang tanpa menghiraukan apakah masyarakatnya
sudah siap menerima perubahan yang sedemikian cepat atau tidak.
Dewasa ini arus globalisasi
semakin terasa. Perkembangan dunia internasional baik dalam bidang ekonomi,
politik maupun sosial budaya secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
kehidupan bangsa Indonesia. Arus globalisasi, baik positif maupun negatif telah
menembus batas-batas negara, bahkan menembus dinding-dinding rumah tangga kita.
Jika kita tidak siap menghadapinya, dapat dipastikan arus globalisasi dapat
menimbulkan malapetaka. Karena melalui teknologi komunikasi seperti radio,
televisi, video, internet, dan yang lain, sangat memungkinkan terjadinya
penyebaran nilai-nilai baru yang dapat menggoyahkan nilai-nilai yang selama ini
dianggap baku, termasuk nilai-nilai agama. Demkian juga melalui teknologi
komunikasi, kebiasaan-kebiasaan buruk suatu masyarakat seperti penyalahgunaan
narkoba, alat kontrasepsi, minuman keras, dan pergaulan bebas akan berdampak
negatif terhadap masyarakat Indonesia.
Ditinjau dari aspek sejarah,
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengantarkan manusia menuju zaman
modern dan era globalisasi pada saat sekarang ini, bermula dari revolusi ilmu
pengetahuan pada akhir abd XV Masehi, yang ditandai oleh kemenangan
rasionalisme dan empirisme terhadap dogmatisme agama di Barat. Perpaduan
rasionalisme dan empirisme dalam satu paket epistemologi, telah melahirkan apa
yang disebut dengan metode ilmiah. Dengan metode ilmiah, kebenaran pengetahuan
hanya diukur dengan kerangka pemikiran yang koheren dan logis serta dapat
dibuktikan melalui pengujian secara empirik. Dengan kata lain, suatu
pengetahuan baru diakui kebenarannya secara ilmiah jika secara logika bersifat
koheren (runtut) dengan kebenaran sebelumnya dan didukung oleh fakta empirik.
Kepercayaan yang
berlebih-lebihan terhadap kebenaran rasionalisme dan empirisme sebagai metode
ilmiah, menyebabkan masyarakat Barat kurang apresiatif terhadap pengetahuan
yang berada di luar lingkup pengujian metode ilmiah, termasuk di dalamnya
pengetahuan dan nilai-nilai religius. Inilah ciri-ciri modernisme, yaitu
memisahkan pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan yang bersumber dari
nilai-nilai religius. Hal ini dapat dimengerti karena sejak awal kelahirannya,
modernisme memang merupakan suatu bentuk “pembangkangan” terhadap tradisi
Kristen yang mengungkung pemikiran manusia. Sebagaimana dikatakan Arnold
Toynbee, bahwa modernisme semula muncul di Barat ketika berterima kasih bukan
kepada Tuhan, melainkan kepada diri mereka sendiri karena mereka telah berhasil
mengatasi kungkungan Kristen Abad Pertengahan.
Akibat penggunaan akal yang
terlalu berlebihan dengan mengesampingkan dimensi spiritual dan nilai-nilai
agama, maka kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menimbulkan persoalan
serius bagi kehidupan manusia di zaman modern. Antara lain adalah:
Pertama,
hilangnya orientasi hidup yang bermakna dan pegangan moral yang kokoh. Pada
umumnya, masyarakat industri maju (modern) tidak tahu lagi untuk apa mereka
dihidupkan, sebagaimana mereka juga tidak tahu bahwa sesudah mati mereka akan
dibangkitkan kembali untuk dimintai pertanggungjawaban dan menerima balasan
dari amal perbuatan mereka di alam dunia. Mereka tidak lagi mengenal Allah SWT
sebagaimana mereka juga tidak mau tahu tentang ajaran-ajaran agama yang
mengatur kehidupan mereka. Tujuan hidup mereka hanya terbatas pada pencapaian
sasaran-sasaran yang bersifat material dan duniawi. Yang terpenting bagi mereka
adalah bekerja, mencari uang, dan bersenang-senang. Mulai dari bangun tidur
hingga menjelang tidur, yang ada dalam benak mereka adalah bekerja dan mencari
uang, tidak peduli apakah pekerjaan tersebut halal atau haram. Sesudah itu
mereka mencari kesenangan-kesenangan untuk memperturutkan hawa nafsunya dengan
berjudi, mengunjungi diskotik, bar, nightclub,
mengkonsumsi minuman keras, berzina, dan sebagainya. Akibatnya, di balik
gemerlapnya kemajuan hal-hal bersifat materi yang sangat memukau, masyarakat
modern menghadapi gejala yang dinamakan the
agony of modernization (adzab atau kesengsaraan yang disebabkan oleh
modernisasi). Gejala the agony of
modernization yang merupakan ketegangan psikososial, dapat dibuktikan
dengan semakin meningkatnya angka-angka kriminalitas yang disertai dengan
tindak kekerasan, perkosaan, pembunuhan, judi, penyalahgunaan obat/ narkotika/
minuman keras, kenakalan remaja, promiskuitas, prostitusi, bunuh diri, gangguan
jiwa, dan lain sebagainya. Hal ini bukan hanya dialami oleh masyarakat di negara-negara
maju seperti Amerika, Jepang dan negara-negara Eropa, tetapi juga telah menimpa
sebahagian masyarakat Indonesia.
Kedua,
terjadinya pergeseran tata nilai dari tatanan kehidupan yang bertumpu pada
nilai-nilai spiritual beralih pada pola hidup materialistic, hedonistic, bahkan sekularistik. Hasil penelitian tentang kehidupan masyarakat
industri Barat telah menggoreskan catatan-catatan yang antara lain adalah
sebagai berikut:
“Proyek-proyek industri selalu menghasilkan
kemudahan-kemudahan dan kenikmatan-kenikmatan. Akan tetapi manusia harus
menempatkan diri sebagai bagian dari mesin yang didesain secara rasional
menurut hukum fisika. Mereka lebih banyak bergaul dengan mesin-mesin. Dalam
pekerjaan seperti ini mereka merasa tidak memerlukan agama sehingga menjadi agnostic, bahkan atheistic. Konsekwensinya, pandangan hidup mereka menjadi sekuler.
Pergeseran tata nilai
sebagaimana yang dialami masyarakat industri Barat tersebut, kini mulai terasa
pada sebagian masyarakat Indonesia. Antara lain tercermin pada hal-hal sebagai
berikut:
1. Semakin
berkembangnya pandangan dan orientasi hidup materialistic.
Akibatnya, terjadilah pergeseran pola hidup dari pola hidup sederhana dan
produktif kepada pol hidup mewah dan konsumtif untuk mengejar kepuasan hedonistic sesaat. Untuk memenuhi
nafsunya terhadap materi, sebagian bangsa Indonesia tidak segan-segan melakukan
praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)
2. Semakin
mencainya nilai-nilai agama, kaidah-kaidah sosial dan susila. Orang tidak lagi
merasa takut berbuat dosa dan melanggar hokum sehingga dengan tanp beban
melakukan berbagai kejahatan (crime)
seperti pembunuhan dan perkosaan, penodongan dan penjambretan, pencurian dan
perampokan, perjudian, perkelahian antar pelajar, tawuran antar warga
masyarakat dan sebagainya. Mereka juga tidak merasa malu melakukan perzinahan
dan kumpul kebo (free sex), menenggak
minuman keras (alcoholism),
penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (drug abuse) dan berbagai perbuatan maksiat lainnya. Bahkan yang
lebih menyedihkan, mereka merasa bangga dalam melakukan berbagai perbuatan
maksiat tersebut. Akibatnya, banyak di antara anak-anak Indonesia yang menjadi
korban narkoba dan melakukan praktek aborsi, serta tidak sedikit di antara
mereka yang terserang virus HIV/ AIDS.
3. Semakin
berkembangnya sikap serba boleh dalam masyarakat (permissive society) sehingga mereka cenderung membiarkan
terjadinya berbagai pelanggaran hokum agama dan norma-norma susila. Mereka
mulai meragukan lembaga perkawinan dan cenderung untuk memilih hidup bersama
tanpa nikah.
4. Semakin
berkembangnya sikap individualis bahkan egois, karena dengan alat-alat
elektronik mereka merasa bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Akibatnya,
hubungan kekeluargaan dan persahabatan yang semula erat dan kuat, kini
cenderung menjadi longgar dan rapuh. Struktur keluarga yang semula extended
family cenderung kea rah nuclear family bahkan sampai kepada single parent
family.
Ketiga,
timbulnya perasaan terasing (alienasi),
frustasi, dan kehampaan eksistensi. Akibat dari hilangnya orientasi hidup yang
bermakna karena hanya berorientasi pada dunia materi, maka manusia modern
banyak mengalami keterasingan diri (self
alienation), frustasi, dan kehampan eksistensi. Sebagaimana dikatakan oleh
Alvin Toffler, bahwa di antara gejala-gejala negatif yang muncul di kalangan
masyarakat industri maju (modern) adalah timbulnya rasa kesepian, hilangnya
struktur masyarakat yang kokoh, dan ambruknya makna yang berlaku. Pengertian alienasi sebagaimana dijelaskan Eric
Fromm, seorang ahli psikoanalisis adalah sebagai berikut:
“Alienasi
yang kita temukan dalam masyarakat modern adalah hamper total; ia meliputi hubungan
manusia dengan pekerjaannya, ke benda-benda yang ia konsumsi, ke negara, ke
sesamanya, dan ke dirinya sendiri. Manusia telah menciptakan suatu dunia dari
barang-barang buatan manusia yang tidak pernah ada sebelumnya. Ia telah
membangun permesinan sosial yang ruwet untuk mengatur permesinan teknis yang ia
bangun. Namun seluruh kreasinya itu tegak di atas dan mengatasi dirinya
sendiri. Semakin kuat dn besar kekuatan yang ia lepaskan, semakin ia merasa
dirinya tak berdaya sebagai manusia. Ia menghadapi dirinya sendiri dengan
kekuatan dirinya yang dikandung dalam benda-benda yang ia ciptakan, yang
terasing dari dirinya sendiri. Ia telah dikuasai oleh kreasinya sendiri, dan
telah kehilangan kekuasaan terhadap dirinya sendiri. Ia telah membuat sebuah
patung anak sapi emas dan berkata “Inilah dewamu yang membawa kamu keluar dari
Mesir”.
Alienasi
yang menimpa masyarakat modern telah menimbulkan rasa kesepian yang mencekam
sehingga mereka merindukan perkawanan yang akrab dan hangat serta mendambakan
penjelasan tentang apa tujuan hidup dan akan kemana sesudah manusia meninggal
dunia. Dalam keadaan demikian, maka orang-orang modern yang merasa kesepian
mulai tertarik kepada kultus-kultus, yaitu bentuk-bentuk gerakan spiritual (dan
keagamaan) yang menawarkan persahabatan sejati dan kehidupan bersama yang akrab
dan hangat. Kehangatan dan perhatian yang tiba-tiba antar sesame anggota kultus
ini sedemikian kuatnya memberi rasa kebaikan kepada mereka sehingga seringkali
mereka bersedia untuk memutuskan hubungan dengan keluarga dan teman-teman lama
mereka, serta untuk mendermakan penghasilannya kepada kultus. Kadang-kadang
mereka menerima narkotika dan bahkan seks sebagai imbalannya. Seperti yang
dilakukan oleh sekte Children of God (di
Amerika) beberapa waktu lalu yang melakukan pesta seks di antara sesama
anggota.
Kultus bukan sekedar
perkumpulan, karena ia juga menawarkan struktur yang banyak dibutuhkan di
samping menyodorkan ketentuan-ketentuan yang ketat pada tingkah laku. Mereka
menuntut dan menciptakan disiplin yang sangat kuat, pengorganisasian yang
sangat ketat, absolutistik, dan dengan sendirinya kurang toleran kepada
kelompok lain. Bahkan sebagian bertindak begitu jauh sehingga memaksakan
disiplin melalui penyiksaan, kerja paksa, dan bentuk-bentuk kurungan serta
penjara yang mereka buat untuk diri mereka sendiri. Lebih dari itu, tidak
jarang mereka melakukan bunuh diri bersama, seperti yang dilakukan oleh sekitar
235 anggota sekte Pemujaan Hari Kiamat (sekte Pemulihan 10 Perintah Tuhan) di
bawah pimpinan Joseph Kibwetere di sebuah gereja di Kanungu, distrik Rukingire
yang terletak sekitar 320 kilometer Baratdaya Kempala, ibukota negara Uganda
pada hari Jum’at 17 Maret 2000 dengan cara melakukan bakar diri. Pimpinan sekte
ini menyatakan, bahwa dunia akan berakhir pada 31 Desember 1999, tapi pada
akhirnya mengubah pernyataannya tersebut menjadi akhir tahun 2000. Sebelum
melakukan bakar diri, para anggota sekte menjual seluruh harta bendanya di
pusat perdagangan Kanungu sebagai persiapan kematian mereka.
Kultus biasanya berpusat
pada ketokohan seorang pribadi yang menarik, berdaya pikat retorik yang memukau
dn dengan sederhana namun penuh keteguhan menjanjikan keselamatan dan
kebahagiaan. Contoh gerakan kultus yang paling sering disebut adalah Unification
Church, Divine Light Mission, Hare Krishna, The Way, People’s Temple, Tahweh
ben Yahweh, New Age, Aryan Nation, Christian Identity, The Order, Scientology,
Jehovah Witnesses, Children of God, Gerakan Bhagwan Shri Rajneesh dan
lain-lain. Semuanya di Amerika, namun hal serupa dan yang analog dengan itu
juga muncul di mana-mana, termasuk akhir-akhir ini di Indonesia.
Di antara aliran-aliran atau
sekte-sekte di Indonesia yang memiliki kemiripan dengan kultus yang berkembang
di Amerika adalah Aliran Islam Jamaah yang kemudian berubah menjadi Lemkari dan
kini berubah lagi menjadi Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia (LDII). Aliran ini
mengklaim bahwa satu-satunya jamaah umat Islam yang benar adalah jamaah Islam
Jamaah. Amir yang diakui hanyalah Nur Hasan Al-Ubaidah Lubis, pendiri dan
pemimpin Islam Jamaah. Orang-orang Islam yang tidak tergabung dalam kelompok
Islam Jamaah adalah kafir. Sebagai konsekwensi logis dari doktrin tersebut,
maka para anggota kelompok ini bersikap eksklusif. Mereka mempunyai faham,
bahwa orang Islam di luar Islam Jamaah adalah najis dan kelak akan masuk
neraka, Karen hanya merekalah yang akan masuk surga. Para anggota Islam Jamaah
tidak boleh shalat berjamaah dan menikah kecuali dengan sesama anggota. Berhubung
aliran ini telah menyimpang jauh dari ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits serta menimbulkan keresahan masyarakat, maka Kejaksaan
Agung melalui Surat Keputusan Jaksa Agung RI No. 089/DA/10/1971 tertanggal 29
Oktober 1971 telah melarang Gerakan Darul Hadits (Islam Jamaah) di seluruh
Indonesia. Kemudian pada tanggal 20 Agustus 1979 Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Propinsi DKI Jakarta mengeluarkan fatwa bahwa Islam Jamaah adalah aliran sesat.
Demikian juga Aliran Tariqat
Al-Arqam (Daarul Arqam) yang didirikan oleh Abuya Syeh Ashari Muhammad di Kuala
Lumpur Malaysia pada tahun 1968. Aliran ini mempunyai faham, bahwa guru besar
mereka almarhum Syeh Muhammad Suhaimi pernah bertemu langsung dengan Rasulullah
SAW. di dalam Ka’bah dalam keadaan sadar, bukan mimpi. Dalam pertemuan
tersebut, Rasulullah SAW. memberikan tuntunan hidup, mengajarkan bacaan-bacaan aurad (dzikir) dan tata cara membacanya
kepada Syeh Suhaimi yang kemudian dibukukan dalam sebuah buku yang diberi judul
“Aurad Muhammadiah”. Buku tersebut
juga berisi cerita-cerita tentang peristiwa-peristiwa aneh yang dialami oleh
Syeh Suhaimi yang menunjukkan bahwa beliau adalah seorang wali Allah yang
memiliki karamah (keramat). Seperti
cerita sewaktu Syeh Suhaimi berlindung di dalam gua, tiba-tiba ada suara yang
memanggil-manggil “Hai Muhammad bangunlah”; ketika Syeh Suhaimi berada di
tengah laut pernah ditolong oleh ikan besar; Syeh Suhaimi juga bisa berada
dalam dua tempat (Singapura dan Mekkah) dalam waktu yang bersamaan, dan
sebagainya.
Para pengikut aliran ini jug
meyakini, bahwa Syeh Suhaimi yang lahir di Kecamatan Sudagaran Wonosobo Jawa
Tengah pada tahun 1259 H/ 1838 M, dan secara dlahir telah wafat pada tahun 1925 M adalah Imam Mahdi yang sedang
gaib dan akan muncul kembali. Mereka juga meyakini, bahwa pemimpin mereka Abuya
Ashari Muhammad adalah orang suci sehingga dapat melakukan komunikasi langsung
dengan Nabi Muhammad SAW. Menurut Mahatir Muhammad, para pengikut Abuya Ashari
Muhammad mirip dengan para pengikut Branch
Davidian pimpinan David Koresh di Waco Amerika Serikat. Dengan alasan bahwa
Al-Arqam telah melakukan penyimpangan aqidah, maka pda tanggal 5 Agustus 1995,
pemerintah Malaysia mengeluarkan keputusan tentang pelarangan (pengharaman)
gerakan Daarul Arqam atau Al-Arqam. Hal ini diikuti oleh kesepakatan para
Menteri Agama se-ASEAN yang mengadakan pertemuan di Langkawi Malaysia pada
tanggal 5-6 Agustus 1995 untuk merumuskan sikap pelarangan bersama terhadap
Al-Arqam. Aliran ini telah berkembang di seluruh ASEAN, bahkan menyebar ke
berbagai kawasan seperti Pakistan, Kazaktan, dan Azerbaijan, Cina, Amerika, dan
Eropa.
Di kalangan masyarakat Islam
Indonesia, kedua aliran tersebut dinilai sebagai aliran sempalan karena
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Bersikap
eksklusif dan merasa hanya kelompoknya saja yang paling benar, sehingga
menganggap kelompok lain salah dan tersesat.
2. Menerapkan
disiplin yang sangat ketat dan kesetiaan yang mutlak kepada pemimpin kelompok
atau aliran
3. Mengkultuskan
pimpinan atau imam
4. Membuat
lembaga pernikahan sendiri dan melecehkan lembaga pernikahan resmi
5. Anti
kemapanan, baik terhadap pemerintah yang sah maupun terhadap
organisasi-organisasi Islam yang ada
Keempat,
terjadinya perubahan sosial yang sangat drastis di tengah-tengah masyarakat.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut:
1. Meningkatnya
kebutuhan hidup. Kalau pada masyarakat agraris tradisional,
manusia sudah merasa cukup apabila telah tercukupi kebutuhan primernya seperti
sandang, pangan, dan papan, maka pada masyarakat modern, kebutuhan primer
tersebut berubah menjadi prestise yang bersifat sekunder. Akibatnya, kehidupan
orang-orang modern lebih banyak digunakan untuk mengejar materi dan prestise.
Segala upay akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya tadi sehingga terkadang
harus melanggar norma-norma yang ada seperti korupsi, kolusi, dan manipulasi
dengan mengorbankan orang lain. Semua ini akan membawa mereka kepada hidup
seperti mesin yang tidak mengenal istirahat. Akibat lebih lanjut adalah
timbulnya kegelisahan (anxiety) yang
tidak jelas ujung pangkalnya sehingga menghilangkan rasa bahagia dalam hidup.
2. Timbulnya
rasa individualis dan egois. Karena kebutuhn sekunder
meningkat, maka berkembanglah rasa asing dn terlepas dari ikatan sosial. Orang
lebih memikirkan diri sendiri dari pada orang lain. Urusan orang lain tidak
lagi menjadi perhatiannya sehingga mereka akan merasa kesepian dalam hidup ini.
Semua hubungn dengan orang lain didasarkan pada kepentingan, bahkan motif profit (motif keuntungan), bukan
hubungan persaudaraan yang didasarkan pada rasa kasih sayang dan saling
mencintai. Seperti hubungn bawahan dengan atasan, dosen dengan mahasiswa dan
sebagainya.
3. Persaingan
dalam hidup. Berangkat dari danya kebutuhan yang
meningkat, yang membawa manusia modern kepada sikap mementingkan diri sendiri,
maka terjadilah persaingan dalam hidup. Persaingan itu didorong oleh prestise yang tinggi sehingga terjadilah
hal-hal yang tidak sehat, seperti memfitnah orang lain, menjatuhkn teman atau
menyengsarakannya, bahkan menjerumuskannya ke penjara dan membunuhnya
semata-mata untuk meraih keuntungan pribadi. Akibatnya, kehidupan sosial
menjadi berantakan dan persahabatan berubah menjadi permusuhan.
Semoga materi sederhana ini dapat
menjadi bahan “perenungan atau pemikiran” sekaligus menambah wawasan keilmuan
kita, dan semoga mendapat
Berkah-Nya… Amin.
Referensi:
Al-Qur’an
Hawari,
Dadang. 2001. Al-Qur’an, Ilmu Kedokteran,
dan Kesehatah Jiwa. Cetakan Kesepuluh. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima
Yasa
Nasution, Harun. 1995. Islam Rasional. Cetakan Ketiga. Bandung: Mizan
Rasyid,
Hamdan. 2009. Konsep Dzikir menurut
Al-Qur’an dan Urgensinya bagi Masyarakat Modern. Jakarta Timur: Insan
Cemerlang dan PT.
Intimedia Ciptanusantara
Ridwan,
Kafrawi. 1987. Metode Dakwah pada
Masyarakat Industri. Jakarta: Indotrayon
Suriasumantri,
Jujun. S. 1983. Ilmu dalam Perspektif.
Jakarta: PT. Gramedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar