Kisah sebuah Perjalanan
Ahad,
28 September 2014
Pesona
Pagi di Bulu Dua
Hafiz Elfiansya Parawu
Selepas Subuh kutinggalkan
Makassar menuju kampus di Sengkang guna menghadiri undangan rapat dan memenuhi
“tugas mulia” di sana. Mesin roda duaku melenggang tanpa hambatan di lintasan
jalan yang masih agak lengang. Udara dingin masih begitu terasa, walau jaket,
sarung tangan, dan sepatu sudah kukenakan. Hawa segar seakan menggodaku untuk
melepaskan scarf biru tua yang menutupi sebagian wajahku. Terbersit secuil keinginan
untuk bisa berlari-lari Subuh seperti beberapa orang yang tampak di sepanjang
perjalanan.
Tak lama, iring-iringan para
pecinta “mancing mania” terlihat. Ada yang berboncengan, ada juga yang asyik
dengan kesendiriannya. Peralatan pancing lengkap dengan boks ikan dan tas yang
sepertinya berisi bekal untuk “kampung tengah”, lengkap mereka bawa serta.
Namun, mereka “tak setia” mengiringi perjalanku, mereka mampir di daerah
Pangkep untuk mencari peruntungan dari empang-empang ikan yang tersebar luas di
sana.
Ku pacu motorku dengan cepat
hingga tak terasa perempatan Pekkae Barru sudah terlihat di depan mata. Sein
kanan kunyalakan untuk memberi tanda pada kendaran di belakangku. Mulai
kurayapi jalanan menuju jalur Bulu Dua yang masih lumayan lurus. Mendekati area
Bulu Dua jalanan sudah semakin berkelok tajam. Konsentrasi dan kelihaian
menunggangi “kuda besi” teruji di sini. kecepatan motor pun sudah mulai
kurendahkan.
Di segala penjuru sudah terhampar
pesona Bulu Dua yang begitu memikat. Sayang rasanya bila maha karya Sang Kuasa
ini dilewatkan begitu saja. Ku tepikan motor dan segera ku rogoh saku jaket
untuk mengambil HP. Jam di HP meyakinkanku bahwa waktu tibaku di Sengkang nanti
insya Allah tak akan terlambat meskipun aku berhenti sejenak untuk mengambil
beberapa gambar pemandangan di Bulu Dua sebagai “ole-ole” yang indah.
Beberapa view cantik telah berhasil ku dapatkan. Gunung batu yang menjulang tinggi dan
kokoh dengan hamparan sawah yang telah menguning emas begitu sangat mempesona.
Tak henti-hentinya hati dan bibir ini berdecak kagum sambil berbisik… “Sungguh
indah ciptaanMu, Alhamdulillah aku masih bisa menikmatinya, semoga keindahan
ini akan selalu lestari”. Masih begitu banyak eksotika yang belum sempat ku
abadikan. Semoga di lain waktu ku dapat lewat dan singgah kembali untuk “menikmati
pesonamu”. Kini, ku harus “mengalah” dulu dengan waktu dan melanjutkan kembali
perjalananku (hfz).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar